Interferensi dan Integrasi
A. Interferensi
Pengertian interferensi menurut para ahli di bidang sosiolinguistik:
Menurut pendapat Chaer (1998: 159) interferensi pertama kali digunakan oleh Weinrich untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual. Peristiwa interferensi merupakan penyimpangan dalam penggunaan suatu bahasa dengan memasukkan sistem bahasa lain, juga penggunaan klausa dari bahasa lain dalam suatu kalimat.
Menurut Hartman dan Stonk dalam Chair (1998: 160) interferensi terjadi akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua.
Abdulhayi (1985: 8) mengacu pada pendapat Valdman (1966) merumuskan bahwa interferensi merupakan hambatan sebagai akibat adanya kebiasaan pemakai bahasa ibu (bahasa pertama) dalam penguasaan bahasa yang dipelajari (bahasa kedua). Sehingga terjadi transfer antara kedua bahasa tersebut.
Jendra (1995: 187) menyatakan bahwa interferensi sebagai gejala penyusupan sistem suatu bahasa ke dalam bahasa lain.
Menurut Yusuf ( 1994: 67) faktor utama yang dapat menyebabkan interferensi adalah perbedaan antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Perbedaan itu tidak hanya dalam struktur bahasa melainkan juga keragaman kosakata.
Ada tiga ciri pokok perilaku atau sikap bahasa yang dikemukakan oleh Bawa (1981: 8) yaitu:
1. Language loyality, merupakan sikap loyalitas/ kesetiaan terhadap bahasa;
2. Language pride, merupakan sikap kebanggaan terhadap bahasa;
3. Awareness of the norm, merupakan sikap sadar adanya norma bahasa.
Jika wawasan terhadap ketiga ciri pokok atau sikap bahasa itu kurang sempurna dimiliki sseorang, berarti penutur bahasa itu bersikap kurang positif terhadap keberadaan kebahasaannya. Hal seperti ini yang menjadi latar belakang timbulnya interferensi.
Menurut Jendra (1991: 105) ada tiga unsur pokok pembangun interferensi, yaitu:
1. Bahasa sumber atau bahasa donor adalah bahasa yang menyusup unsur-unsurnya atau sistemnya ke dalam bahasa lain;
2. Bahasa penerima atau bahasa resipien adalah bahasa yang menerima atau yang disisipi oleh bahasa sumber;
3. Adanya unsur bahasa yang terserap (importasi) atau unsur serapan.
Dari pengertian para ahli di atas dapat disimpulkan menjadi:
1. Kontak bahasa menimbulkan gejala interferensi dalam tuturan dwibahasawan.
2. Interferensi merupakan gejala penyususpan system suatu bahasa ke dalam nahasa lain.
3. Unsur bahasa yang menyusup ke dalam struktur bahasa yang lain dapat menimbulkan dampak negatif.
4. Interferensi merupakan gejala ujaran yang bersifat perseorangan, dan ruang geraknya dianggap sempit yang terjadi sebagai gejala parole (speech).
Contoh interferensi:
Interfernsi dalam bidang fonologi berupa penambahan fonem. Contohnya: gombong diucapkan ngGombong.
Interferensi dalam bidang morfologi berupa penyerapan afiks-afiks bahasa lain dalam pembentukan kosakata. Contohnya kepukul, bentuk benarnya terpukul.
Interferensi dalam bentuk kalimat berupa penggunaan pola struktur kalimat yang kurang tepat. Contohnya: makanan itu telah dimakan oleh saya………………makanan itu telah saya makan.
Interferensi semantik berupa:
- Bahasa resipien menyerap konsep kultural beserta namanya dari bahasa lain. contoh : kata demokrasi, politik, revolusi yang berasal dari bahasa Yunani-Latin.
- Campur kode adalah pemakaian dua bahasa tau lebih dengan saling memasukkan unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain secara konsisten.
Jenis interferensi
Ardiana (1940: 14) membagi interferensi menjadi lima macam, yaitu:
1. Interferensi kultural, dalam tuturan dwibahasawan muncul unsur-unsur asing sebagai akibat usaha penutur untuk menyatakan fenomena atau pengalaman baru;
2. Interferensi semantik adalah interferensi yang terjadi dalam penggunaan kata yang mempunyai variable dalam suatu bahasa;
3. Interferensi leksikal, masuknya unsur leksikal bahasa pertama atau bahasa asing ke dalam bahasa kedua;
4. Interferensi fonologis mencakup intonasi, irama penjedaan, dan artikulasi;
5. Interferensi grammatikal meliputi interferensi morfologis, fraseologis, dan sintaksis.
Interferensi menurut Jendra (1991: 106-114) :
1. Interferensi ditinjau dari asal unsur serapan
Interferensi antar unsur sekeluarga disebut dengan penyusupan sekeluarga (internal interference). Sedangkan penyusupan unsur bahasa yang tidak sekeluarga disebut penyusupan bukan sekeluarga (eksternal interference).
2. Interferensi ditinjau dari arah unsur serapan
Interferensi yang timbal balik antara ketiga unsur komponennya diebut dengan interferensi produktif. Bahasa yang hanya berkedudukan sebagai bahasa sumber terhadap bahasa lain atau interferensi sepihak disebut dengan interferensi reseptif.
3. Interferensi ditinjau dari segi perilaku
Interfernsi ini bersifat perorangan dan dianggap sebagai gejala penyimpangan dalam kehidupan bahasa karena unsur serapan itu sesungguhnya telah ada dalam bahasa penerima.
4. Interferensi ditinjau dari segi bidang
Bila interferensi itu sampai menimbulkan perubahan dalam sistem bahasa penerima disebut dengan interferensi sistemik.
Dennes dkk. (1994: 17) mengidentifikasi interferensi menjadi empat:
1. Dalam peminjaman unsur bahsa yang unsur-unsur bahasanya dipinjam disebut bahasa sumber, sedangkan bahasa penerima disebut bahasa peminjam;
2. Dalam penggantian unsur suatu bahasa dengan padanannya ke dalam bahasa lain terdapat aspek dari bahasa yang disalin ke dalam bahasa lain yang disebut dengan substitusi;
3. Penerapan hubungan ketatabahasaan bahasa A ke dalam morfem bahasa B juga dalam kaitan tuturan bahasa B atau pengingkaran hubungan ketatabahasaan bahasa B yang tidak ada modelnya dalam bahasa A;
4. Perubahan fungsi morfem melalui jati diri antara suatu morfem bahasa B tertentu dengan morfem bahasa A tertentu yang menimbulkan perubahan fungsi morfem bahasa B berdasarkan satu model tata bahasa A.
Jendra (1991; 108) membedakan interferensi menjadi lima aspek kebahasaan, antara lain:
1. Interferensi fonologi;
2. Interferensi morfologi;
3. Interferensi sintaksis;
4. Interferensi semantik;
- Interferensi semantik perluasan, apabila terjadi peminjaman konsep budaya dan juga nama unsur bahasa sumber.
- Interferensi semantik penambahan,apabila muncul bentuk baru berdampingan dengan bentuk lama, tetapi bentuk baru bergeser dari makna semula.
- Interferensi semantik penggantian, apabila muncul makna konsep baru sebagai pengganti konsep lama.
Yusuf (1994: 71) membagi interferensi menjai empat jenis, yaitu:
1. Interferensi bunyi, terjadi karena pemakaian bunyi satu bahasa ke dalam bahasa yang lain dalam tuturan dwibahasawan;
2. Interferensi tata bahasa, terjadi apabila dwibahasawan mengidentifikasi morfem atau tata bahasa pertama kemudian menggunakannya dalam bahasa keduanya;
3. Interferensi kosakata, terjadi pada kata dasar, kelompok kata ataupun frasa;
4. Interferensi tata makna
- Interferensi perluasan makna
- Interferensi penambahan makna
- Interferensi penggantian makna
Huda (1981: 17) mengidemtifikasi interferensi menjadi empat macam :
1. Mentransfer suatu unsur bahasa ke dalam bahasa yang lain;
2. Adanya perubahan fungsi dan kategori yang disebabkan oleh adanya pemindahan;
3. Penerapan unsur-unsur bahasa kedua yang berbeda dengan bahasa pertama;
4. Kurang diperhatikannya struktur bahasa kedua mengingat tidak ada ekuivalensi dalam bahasa pertama.
Faktor penyebab terjadinya interferensi
Menurut Weinrich (1970: 64-65) ada beberapa factor yang menyebabkan terjadinya interferensi:
1. Kedwibahasaan peserta tutur;
2. Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima;
3. Tidak cukupnya kosakata bahasa penerima;
4. Menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan;
5. Kebutuhan akan sinonim;
6. Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa
7. Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu;
B. Integrasi
Integrasi adalah penggunaan unsur bahasa lain secara sistematis seolah-olah merupakan bagian dari suatu bahasa tanpa disadari oleh pemakainya (kridalaksana 1993: 84). Salah satu proses integrasi adalah peminjaman kata dari satu bahasa ke dalam bahasa lain.
Chair dan Agustina (1995: 168) mengacu pada pendapat Mackey, menyatakan bahwa integrasi adalah unsur-unsur bahasa lain yang digunakan dalam bahsa tertentu dan dianggap sudah menjadi bagian dari bahasa tersebut.
Jika suatu unsur serapan atau iterferensi sudah dicantumkan dalam kamus bahasa penerima, dapat dikatakan unsur itu sudah terintegrasi. Dalam proses integrasi unsur serapan itu telah disesuaikan dengan sistem atau kaidah bahasa penyerapnya, sehingga tidak terasa lagi keasingannya. Penyesuain bentuk integrasi tidak selamanya terjadi dengan cepat, bisa saja berlangsung agak lama. Jangka waktu penyesuaian unsur integrasi tergantung pada tiga faktor, antara lain:
1. Persamaan dan perbedaan sistem bahasa sumber dengan bahasa penyerapnya;
2. Unsur serapan itu sendiri;
3. Sikap bahasa pada penutur bahasa penyerapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar