A.
Latar Belakang
Bahasa pada
dasarnya digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan
bermasyarakat, maka makna bahasa pun sangat bermacam-macam bila dilihat dari
beberapa kriteria dan sudut pandang. Jenis makna itu sendiri menurut Abdul
Chaer dalam buku “Pengantar Semantik Bahasa Indonesia”, dibagi menjadi tujuh
jenis makna, diantaranya:
- Berdasarkan jenis
semantiknya dibedakan menjadi makna leksikal dan makna gramatikal.
- Berdasarkan ada
tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dibedakan menjadi makna
referensial dan makna nonreferensial.
- Berdasarkan ada
tidaknya nilai rasa pada sebuah kata atau leksem dibedakan menjadi makna
denotasi dan makna konotasi.
- Berdasarkan ketepatan
maknanya dibedakan menjadi makna kata dan makna istilah atau makna umum
dan makna khusus.
- Berdasarkan ada atau
tidak adanya hubungan (asosiasi, refleksi) makna sebuah kata dengan makna
kata lain dibagi menjadi makna konseptual dan makna asosiatif.
- Berdasarkan bisa atau
tidaknya diramalkan atau ditelusuri, baik secara leksikal maupun
gramatikal dibagi menjadi makna idiomatikal dan peribahasa.
- Kata atau leksem yang
tidak memiliki arti sebenarnya, yaitu oposisi dari makna sebenarnya
disebut makna kias.
B. Rumusan Masalah
Apa jenis-jenis makna dalam penggunaannya?
C. Tujuan
Berdasarkan permasalahan tersebut tujuan makalah
ini adalah untuk mendeskripsikan jenis-jenis makna dalam semantik leksikal.
D. Pembahasan
JENIS
MAKNA
Terdapat beberapa pendapat mengenai jenis makna. Abdul Chaer (2007: 289)
mengemukakan jenis-jenis makna: (i) makna leksikal, grammatikal, dan
kontekstual, (ii) makna referensial dan
non-referensial, (iii) makna denotatif dan makna konotatif, (iv) makna
konseptual dan makna asosiatif, (v) makna kata dan makna istilah, (vi) makna
idiom dan peribahasa, sedangkan Shipley, Ed, (1962: 261-262) berpendapat bahwa
makna mempunyai jenis: (i) makna emotif, (ii) makna kognitif, (iii) makna
referensial, (iv) makna piktorial, (v) makna kamus, dan (vi) makna inti. Tentu masih banyak
pendapat lain yang dapat ditambahkan sehingga makin lengkaplah jenis-jenis
makna tersebut.
Berikut ini akan dipaparkan jenis-jenis makna
tersebut.
1.
Makna
Leksikal, Grammatikal, dan Kontekstual
Makna leksikal adalah makna yang
dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun. Misalnya, leksem kuda memiliki makna leksikal ‘ sejenis
binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’; pinsil bermakna leksikal ‘ sejenis alat tulis yang terbuat dari
kayu dan arang’; dan air bermakna
leksikal ‘ sejenis barang cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari’.
Jadi, dengan adanya contoh di atas dapat dikatakan juga bahwa makna leksikal
adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil observasi indera kita, atau makna apa adanya.
Makna leksikal juga merupakan makna yang ada dalam
kamus karena kamus-kamus dasar biasanya hanya memuat makna leksikal yang dimiliki oleh kata
yang dijelaskannya.
Makna leksikal atau makna semantik,
atau makna eksternal juga merupakan makna kata ketika kata itu berdiri sendiri,
entah dalam bentuk leksem atau berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap
seperti yang dapat dibaca di dalam kamus bahasa tertentu. “Makna leksikal ini
dipunyai unsur bahasa-bahasa lepas dari penggunaannya atau konteksnya
(Harimurti, 1982: 103). Veerhar (1983; 9) berkata, “………sebuah kamus merupakan
contoh yang tepat dari semantik leksikal: makna tiap-tiap kata diuraikan di
situ” (Mansoer Pateda, R, 2002: 119).
Berbeda dengan makna leksikal,
makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau
kalimatisasi. Misalnya, dalam proses afiksasi prefiks ber-dengan dasar baju
melahirkan makna gramatikal ‘ mengenakan
atau memakai baju’; dengan dasar kuda
melahirkan makna gramatikal ‘ mengendarai kuda’; dengan dasar rekreasi melahirkan makna gramatikal ‘
melakukan rekreasi’. Contoh lain, proses
komposisi dasar sate dengan dasar ayam melahirkan makna gramatikal ‘bahan’; dengan dasar
madura melahirkan makna
gramatikal ‘ asal’; dengan dasar lontong melahirkan makna
gramatikal ‘ bercampur’; dan dengan kata Pak
Kumis melahirkan makna gramatikal ‘buatan’. Sintaksisasi kata-kata adik, menendang, dan bola menjadi kalimat adik menendang bola melahirkan makna
gramatikal; adik bermakna ‘pelaku’, menendang bermakna ‘aktif’, dan bola
bermakna ‘sasaran’.
Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di
dalam satu konteks. Contoh makna konteks kata kepala pada kalimat-kalimat berikut:
1.
Rambut di kepala nenek belum ada yang putih.
2.
Sebagai kepala sekolah dia harus menegur murid
itu.
3.
Nomor teleponnya ada
pada kepala surat itu.
4.
Kepala
paku dan kepala jarum tidak sama
bentuknya.
Makna konteks dapat juga berkenaan
dengan situasinya, yakni tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa itu. Contoh:
Tiga kali empat berapa?
Jika dilontarkan di kelas tiga SD
sewaktu mata pelajaran matematika berlangsung, tentu akan dijawab “dua belas”.
Kalau dijawab lain, maka jawaban itu pasti salah. Namun, kalau pertanyaan itu
dilontarkan pada tukang foto di tokonya atau di tempat kerjanya, maka
pertanyaan itu mungkin akan dijawab “dua ratus”, atau mungkin juga “tiga
ratus”, atau mungkin juga jawaban lain. Mengapa bisa begitu, sebab pertanyaan
itu mengacu pada biaya pembuatan pasfoto yang berukuran tiga kali empat
centimeter.
2.
Makna
Referensial dan Non-referensial
Menurut Abdul Chaer (2007:291)
sebuah kata atau leksem disebut bermakna referensial kalau ada referensnya,
atau acuannya. Kata-kata seperti kuda,
merah, dan gambar adalah termasuk
kata-kata yang bermakna referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata.
Sebaliknya, kata-kata seperti dan, atau, dan
karena adalah kata-kata yang tidak
bermakna referensial, karena kata-kata itu tidak mempunyai referens. Mansoer
Pateda, R (2010: 125) dalam bukunya mengatakan referen atau acuan boleh saja
benda, peristiwa, proses, atau kenyataan. Referen adalah sesuatu yang ditunjuk
oleh lambang. Jadi, kalau seseorang mengatakan sungai, maka yang ditunjuk oleh
lambang tersebut langsung dihubungkan dengan acuannya. Tidak mungkin
berasosiasi yang lain.
Berkenaan dengan acuan ini, ada
sejumlah kata yang disebut kata deiktik, yang acuannya tidak tetap pada satu
maujud, melainkan dapat berpindah dari maujud yang satu ke maujud yang lain.
Yang termasuk kata-kata deiktik ini adalah kata-kata pronomina.
3.
Makna
Denotatif dan Makna Konotatif
Makna denotatif adalah makna asli, makna
asal atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Jadi, makna
denotatif ini sebenarnya sama dengan makna leksikal. Umpamanya, kata babi bermakna denotatif “ sejenis binatang
yang biasa diternakan untuk dimanfaatkan dagingnya”. Kata kurus bermakna denotatif “ keadaan tubuh seseorang yang lebih kecil
dari ukuran yang normal”.
Kalau makna denotatif mengacu pada makna
asli atau makna sebenarnya dari sebuah kata atau leksem, maka makna konotatif
adalah makna lain yang ditambahkan
pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau
kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Umpamanya kata babi pada contoh
diatas, pada orang yang beragama Islam atau didalam masyarakat Islam mempunyai
konotasi yang negatif, ada rasa atau
perasaan tidak enak bila mendengar kata itu.
Harimurti (1982: 91) dalam buku Mansoer
Pateda, R (2010: 112) berpendapat “aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang
didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada
pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca).” Dengan kata lain, makna konotatif
merupakan makna leksikal + X. Misalnya, kata amplop. Kata amplop bermakna sampul
yang berfungsi tempat mengisi surat yang akan disampaikan kepada orang lain
atau kantor, instansi, jawatan lain. Makna ini adalah makna denotasinya. Tetapi
pada kalimat “Berilah ia amplop agar
urusanmu segera selesai,” maka kata amplop sudah bermakna konotatif, yakni
berilah ia uang.
4.
Makna
Konseptual dan Makna Asosiatif
Leech (1976) membagi makna menjadi
makna konseptual dan makna asosiatif. Yang dimaksud dengan makna konseptual
adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau
asosiasi apapun. Kata kuda memiliki makna konseptual “sejenis binatang berkaki
empat yang biasa dikendarai”; dan kata
rumah memiliki makna konseptual “bangunan tempat tinggal manusia”. Jadi, makna
konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan
makna referensial.
Leech (I, 1974: 25) mengemukakan
dua prinsip, yakni prinsip ketidaksamaan dan prinsip struktur unsurnya. Prinsip
ketidaksamaan dapat dianalisis berdasarkan klasifikasi bunyi dalam tataran
fonologi yang setiap bunyi ditandai + (positif) kalau ciri dipenuhi, dan
ditandai dengan – (negatif) jika ciri tidak dipenuhi. Misalnya, konsonan /b/
berciri +bilabial, +stop, - nasal.
Prinsip struktur unsurnya misalnya
kata nyonya dapat dianalisis menjadi: + manusia; + dewasa; - laki-laki;. Kata
buku dapat dianalisis menjadi: + nama benda; = benda padat; + digunakan sebagai
tempat menulis; + digunakan oleh murid-murid atau mahasiswa; - manusia; -
berkaki dua. Dengan analisisi seperti ini maka konsep sesuatu dapat diatasi.
Dihubungkan dengan keberadaan
kata-kata, maka kita dapat menyebut kata yang mengandung konsep jika telah
berada di dalam konteks kalimat, dan kata yang susah dibatasi makna
konseptualnya karena itu selalu terikat konteks kalimat. Berdasarkan pendapat
ini maka makna konseptual setiap kata dapat dianalisis dalam kemandiriannya dan
dapat dianalisis setelah kata tersebut berada dalam satuan konteks. Makna
konseptual sebuah kata dapat saja berubah atau bergeser setelah ditambah atau
dikurangi anggotanya.
Makna asosiatif adalah makna yang
dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu
dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Makna asosiatif ini
sebenarnya sama dengan perlambangan yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa
untuk menyatakan suatu konsep lain yang mempunyai kemiripan dengan sifat,
keadaan atau ciri yang ada pada konsep asal kata atau leksem tersebut. Contoh:
kata kursi berasosiasi dengan ’kekuasaan’;
kata amplop berasosiasi dengan ’uang
suap’.
5.
Makna Kata dan Makna Istilah
Setiap kata atau leksem memilki makna.
Pada awalnya, makna yang dimiliki sebuah
kata adalah makna leksikal, makna denotatif, atau makna konseptual. Namun,
dalam penggunaan makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu berada dalam
konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Kita belum tahu makna kata jatuh sebelum kata itu berada dalam
konteksnya.
a.
Adik jatuh dari sepeda.
b.
Dia jatuh dalam ujian yang lalu.
c.
Dia jatuh cinta pada adikku.
d.
Kalau harganya jatuh lagi, kita akan bangkrut.
Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa makna kata masih bersifat umum, kasar dan tidak jelas. Kata tangan dan lengan sebagai kata, maknanya lazim dianggap
sama, seperti tampak pada contoh berikut:
1.
Tangannya
luka kena pecahan kaca.
2.
Lengannya
luka kena pecahan kaca.
Jadi, kata tangan dan lengan pada
kedua kalimat di atas adalah bersinonim, atau bermakna sama.
Berbeda dengan kata, maka yang
disebut istilah mempunyai makna yang pasti, yang jelas, yang tidak meragukan,
meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh
karena itu, sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks. Sedangkan kata
tidak bebas konteks. Tetapi perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan
pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Contohnya kata kuping dan telinga, dalam bahasa umum kedua kata itu merupakan dua kata yang
bersinonim karenanya sering di pertukarkan. Tetapi sebagai istilah dalam bidang
kedokteran keduanya memilki makna yang tidak sama; kuping adalah bagian yang terletak di luar, termasuk daun telinga; sedangkan
telinga adalah bagian sebelah dalam.
Oleh karena itu, yang sering diobati oleh dokter adalah telinga, bukan kuping.
6.
Makna
Idiom dan Peribahasa
Idiom adalah satuan ujaran yang
maknanya tidak dapat ‘ diramalkan’ dari makna unsur-unsurnya, baik secara
leksikal maupun secara gramatikal. Contohnya bentuk membanting tulang dengan makna ‘bekerja
keras’, meja hijau dengan makna ‘pengadilan’, dan sudah beratap seng dengan makna ‘sudah tua’. Idiom ada dua macam, yaitu:
1.
Idiom penuh
Idiom penuh adalah idiom yang semua
unsur-unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan, sehingga makna yang
dimiliki berasal dari seluruh kesatuan itu. Contohnya meja hijau dan membanting
tulang.
2.
Idiom sebagian
Idiom sebagian adalah idiom yang salah
satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri. Misalnya buku putih, daftar hitam, dan koran kuning.
Berbeda dengan idiom, peribahasa
memiliki makna yang masih dapat di
telusuri dan di lacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara
makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Umpamanya, peribahasa seperti anjing dengan kucing yang bermakna ‘ dikatakan ihwal
dua orang yang tidak pernah akur’. Makna ini memiliki asosiasi, bahwa binatang
yang namanya anjing dan kucing jika bersua memang selalu berkelahi, tidak
pernah damai.
7.
Makna
Emotif
Makna
emotif adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara sikap pembicara
mengenai/ terhadap apa yang dipikirkan atau dirasakan (Shipley, 1962: 261).
Misalnya, kata kerbau yang muncul dalam urutan kata engkau kerbau. Kata kerbau ini menimbulkan perasaan tidak enak bagi
pendengar, atau dengan kata lain, kata kerbau mengandung makna emosi. Kata
kerbau dihubungkan dengan perilaku yang malas, lamban, dan dianggap sebagai
penghinaan. Orang yang m,endengarnya merasa tersinggung dan tidak enak.
8.
Makna
Kognitif
Makna kognitif biasanya dibedakan atas:
(i) hubungan antara kata dan benda atau yang diacu, dan ini disebut denotasi,
(ii) hubungan antara kata dan karakteristik tertentu, dan ini disebut konotasi
kata (Shipley, 1962: 261). Makna kognitif adalah makna yang ditunjukkan oleh
acuannya, makna unsure bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia luar
bahasa, objek atau gagasan, dan dapat dijelaskan berdasarkan analisis
komponennya.
Kata
pohon bermakna tumbuhan yang berbatang keras dan besar. Jika orang berkata
pohon, terbayang pada kita pohon yang selama ini kita kenal. Makna kognitif
lebih berhubungan dengan dengan pemikiran kata tentang sesuatu.
9.
Makna
Piktorial
Makna piktorial adalah makna yang muncul
akibat bayangan pendengar atau pembaca terhadap kata yang didengar atau dibaca
(cf, Shipley, 1962: 261).
Dalam BI terdapat kata kakus. Orang yang
mendengar atau membaca kata kakus, akan terbayang hal-hal yang berhubungan
dengan kakus.
10. Makna Pusat
Makna pusat atau makna inti adalah makna
yang dimiliki setiap kata meskipun kata tersebut tidak berada di dalam konteks
kalimat.
Dalam BI terdapat kata-kata malam, meja,
melihat, tinggi. Kata buku termasuk kategori nominal, kata meja juga. Kata
melihat termasuk kategori verba, kata timggi termasuk kategori ajektif, dan
kata malam tergolong kategori adverb.
Makna
pusat dapat diketahui setelah seseorang menetapkan dari segi mana ia memandang
kata.
Misalnya, kata melihat yang masuk
kategori verbal. Makna kata melihat dapat dirinci dari (i) kegiatan, (ii)
objek, dan (iii) hasilnya. Dilihat dari segi kegiatan, makna pusat kata
melihat, yakni melaksanakan kegiatan…………; dilihat dari segi objek, maka makna
pusat kata melihat, yakni……..yang ditujukan kepada……; dan jika dilihat dari
segi hasilnya, maka makna pusat kata melihat, yakni…..untuk mengetahui……
E.
Kesimpulan
Setelah kita melihat pembahasan yang
telah dipaparkan di atas maka penulis menyimpulkan bahwa:
Dalam kehidupan sehari-hari makna sangat
berperan dalam komunikasi. Makna memiliki beberapa jenis yaitu
1.
Makna Leksikal,
Gramatikal, dan Kontekstual
2.
Makna Referensial dan
Non-referensial
3.
Makna Denotatif dan
Makna Konotatif
4.
Makna Konseptual dan
Makna Asosiatif
5.
Makna Kata dan Makna
Istilah
6.
Makna Idiom dan
Peribahasa
7.
Makna Emotif
8.
Makna kognitif
9.
Makna piktorial
10. Makna
inti
F.
Daftar Pustaka
Chaer,
Abdul. 2007. Lingustik Umum. Jakarta:
Rineka Cipta.
R,
Mansoer Pateda. 2010. Semantik leksikal.
Jakarta: Rineka Cipta.
Belajar
Bahasa Indonesia yu?. 2011. Jenis Makna.
http://jenis-makna.blogspot.com. (01 Oktober 2011, 05:55).